1. Nyuubai
Nyuubai merupakan masuknya masa musim hujan yang terjadi di
seluruh Jepang (kecuali Hokkaido dan Kepulauan Ogasawara). Momen ini biasanya
berlangsung sekitar bulan Mei hingga Juli yang ditandai dengan meningkatnya
curah hujan (biasa dikenal dengan istilah Tsuyu). Namun secara berangsur-angsur
curah hujan akan kembali menurun dan biasanya menjadi jarang sekali turun hujan (dikenal dengan istilah Karatsuyu). Jika
Karatsuyu menjelang ini berarti merupakan suatu bencana bagi para petani yang
mempunyai sawah, karena sawah-sawah mereka akan kekurangan air selama Karatsuyu
berlangsung.
Musim hujan berawal ketika udara lembab di atas Samudra
Pasifik bertemu dengan udara dingin yang berasal dari daratan China. Selanjutnya
akan terbentuk badai yang disebut Depresi Frontal yang menyebabkan turunnya
hujan. Massa udara hangat dan udara dingin sangat berpengaruh terhadap curah
hujan yang turun. Massa udara baik dingin maupun panas yang terlalu besar atau
terlalu akan menyebabkan bencana alam berupa banjir atau kekeringan.
2. Taue
Taue merupakan salah satu festival musim panas yang diadakan
untuk menyambut datangnya musim menanam padi. Festival ini biasa diadakan tiap
bulan Juni. Menanam padi merupakan pekerjaan yang penting karena padi nantinya
akan menjadi makanan pokok. Penanaman padi biasanya dilakukan pada awal Juni
hingga pertengahan Juni. Akhir-akhir ini penanaman padi di dekat kota besar
jarang terlihat karena jumlah petani yang menanam padi jumlahnya makin berkurang.
3. Tanabata (七夕)
Tanabata merupakan salah satu festival yang diadakan pada
musim panas. Tanabata lebih dikenal dengan istilah festival bintang. Biasanya
di kota-kota besar di Jepang perayaan ini dilakukan secara besar-basaran. Salah
satu perayaan Tanabata yang terkenal adalah yang diadakan di Sendai yaitu
Sendai Tanabata.
Pada awalnya pelaksanaan festival Tanabata mengikuti
kalender Lunisolar yang perhitungannya lebih lambat kira-kira satu bulan dari
kalender Gregorian. Namun sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang,
perayaan Tanabata mulai diadakan pada tanggal 8 Agustus (kalender Gregorian)
atau sama dengan tanggal 7 Juli ( hari ke-7 bulan ke-7 pada kalender
Lunisolar).
Tradisi Tanabata berasal dari Tiongkok dan mulai
diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara. Aksara kanji yang digunakan untuk
menulis Tanabata adalah shichiseki (七夕)yang
berarti malam ke-7. Ada juga yang menulis dengan kanji yang berbeda namun cara
bacanya tetap Tanabata (棚機).
Berdasarkan salah satu kalender yang pernah digunakan di
Jepang seperti kalender Tempo, Tanabata dirayakan sebelum perayaan Obon yaitu
pada tanggal 7 Juli sedangkan sebagian upacara dilakukan di malam hari tanggal
6 Juli.
Berdasarkan tradisi Jepang Kuno, tanabata merupakan
sinkretisme antara mendoakan arwah leluhur atas keberhasilan panen dan perayaan
Qi Qiao Jie asal Tiongkok yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun. Pada
awalnya Tanabata dan Obon merupakan perayaan yang dilakukan secara pada waktu
yang hampir sama dan merupakan satu rangkaian perayaan, namun kemudian
perayaannya dipisah. Hiasan yang digunakan dalam perayaan Tanabata adalah daun
bamboo (sasa) yang dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.
4. Obon (お盆)
Bon merupakan serangkaian upacara dan tradisi Jepang yang
dilaksanakan sekitar tanggal 15 Juli (berdasar kalender Lunisolar). Tujuan dari
upacara tersebut adalah untuk merayakan kedatangan arwah leluhur. Obon lebih
dikenal sebagai upacara yang berhubungan dengan agama Buddha di Jepang, namun
ada banyak tradisi dalam perayaan Obon yang tidak bisa dijelaskan dengan ajaran agama
Buddha. Obon yang sering dilakukan saat ini merupakan tradisi secara turun
temurun masyarakat dan upacara agama
Buddha yang sering dikenal dengan istilah
Urabon.
Tradisi dan ritual yang berkaitan dengan Obon tidak selalu
sama. Adanya perbedaan tersebut bergantung pada daerah dan aliran agama Buddha
yang dianut. Di berbagai daerah di Jepang, khususnya di daerah Kansai juga
dikenal perayaan Jizobon yang merupakan perayaan yang dilakukan seusai perayaan
Obon.
5. Doyou
Doyou biasanya terjadi sekitar tanggal 20 Agustus. Doyou
merupakan saat yang tepat untuk menjaga kesehatan tubuh dengan baik. Karena
doyou berlangsung saat musim panas dan suhu panasnya pun sangat menyengat. Oleh
karena itu pada saat doyou berlangsung ada suatu kebiasaan mengkonsumsi makanan
yang bergizi. Hal ini penting untuk menjaga daya tahan tubuh. Karena biasanya
pada saat itu orang-orang tidak terlalu bernafsu makan. Makanan yang biasa
dikonsumsi adalah makanan yang bergizi seperti belut. Belut dipercaya dapat
mencegah kekurusan, oleh karena itu belut menjadi menu makanan favorit selama
Doyou. Setiap hari selama Doyou berlangsung, warung-warung yang menjual belut
selalu ramai.
- Nyuubai
merupakan peristiwa masuknya musim hujan yang terjadi sekitar bulan Mei
hingga Juli.
- Taue
merupakan festival menanam padi di sawah yang dilakukan tiap awal hingga
pertengahan Juni.
- Tanabata
merupakan festival yang dikenal dengan festival bintang yang diadakan tiap
tanggal 8 Agustus.
- Bon
merupakan salah satu festival musim panas yang diadakan untuk merayakan
kedatangan arwah leluhur.
- Doyou berlangsung sekitar tanggal 20 Agustus, pada saat ini dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan bergizi untuk mencegah kekurusan pada cuaca yang menyengat saat musim panas.
perayaan selama musim semi
1. Hinamatsuri (雛祭り)
Hinamatsuri adalah salah satu festival yang diadakan tiap
musim semi (haru) di Jepang. Festival disebut juga sebagai festival pembuka
musim semi karena Hinamatsuri merupakan festival yang pertama kali diadakan
pada musim semi yaitu pada tanggal 3 Maret.
Perayaan Hinamatsuri bertujuan untuk mendoakan anak
perempuan agar tumbuh sehat. Oleh karena itu tiap keluarga yang mempunyai anak
perempuan ikut merayakan festival ini dengan memajang satu set boneka yang
mengenakan kimono zaman Heian dan menggambarkan upacara perkawinan tradisional
di Jepang. Perayaan Hinamatsuri disebut juga festival boneka atau festival anak
perempuan. Hal ini bermula dari kebiasaan para putri bangsawan dalam bermain, yaitu
memainkan boneka putri (hiina bi).
a) Susunan boneka
Boneka dipajang di atas panggung bertingkat (dankazari) yang
dilapisi selimut tebal warna merah (hi-mōsen)
- Tangga
teratas, deretan teratas diisi oleh dua boneka yang merupakan simbol
kaisar (o-dairi-sama) dan permaisuri (o-hina-sama).
Peletakan urutan kanan atau kiri baik untuk kaisar maupun permaisuri di
wilayah Kansai dan Kanto berbeda, namun untuk setiap anak tangga
berikutnya susunan bonekanya selalu sama.
- Tangga
kedua, Boneka yang dipajang pada tangga kedua yaitu boneka puteri istana
yang berjumlah 3 orang (san-nin kanojo) lengkap dengan peralatan
minum sake. Boneka putri yang diletakkan di tengah membawa mangkuk sake (sakazuki),
sedangkan dua putri lainnya masing-masing membawa poci sake (kuwae no
chōshi) dan wadah sake yang disebut (nagae no chōshi).
- Tangga
ketigaLima boneka pemusik pria (go-nin bayashi) berada di tangga
ketiga. Semuanya membawa alat musik seperti taiko, okawa, kotsuzumi dan
seruling, kecuali penyanyi hanya membawa kipas lipat.
- Tangga
keempat, dua boneka menteri (daijin) yang terdiri dari Menteri Kanan
(Udaijin) dan Menteri Kiri (Sadaijin) berada di tangga ke-4.
- Tangga
kelima, pada tangga kelima diletakkan tiga boneka pesuruh pria (shichō)
yang masing-masing membawa bungkusan berisi topi (daigasa).
b) Hidangan
selain satu set boneka yang dipajang di rumah ada juga
makanan yang dibuat khusus untuk anak perempuan yang merayakan Hinamatsuri.
Sajian tersebut antara lain kue hishimochi, kue hikigiri, makanan ringan hina
arare, sup bening dari kaldu ikan tai atau kerang (hamaguri ),
serta chirashizushi. Selain makanan, minumannya pun juga dibuat khusus untuk
hari itu seperti, sake putih (shirozake) yang dibuat dari fermentasi
beras ketan dengan mirin atau shochu, dan koji. Selain sake putih ada juga sake
manis (amazake) yang dibuat dari ampas sake (sakekasu) yang
diencerkan dengan air dan dimasak di atas api.
c) Sejarah
Berdasarkan kalender lunisolar, hari ke-3 bulan ke-3 adalah
momo no sekku (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya bunga
persik. Oleh karena itu Hinamatsuri dirayakan tiap hari ke-3 bulan ke-3. Namun
perayaan itu berubah ketika kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang pada
tanggal 1 Januari 1873. Sejak saat itu perayaan Hinamatsuri berubah menjadi
tanggal 3 Maret.
Meskipun demikian, sebagian orang masih ada yang lebih memilih
perhitungan kalender lunisolar saat merayakan Hinamatsuri (sekitar bulan April
pada kalender Gregorian) Sekitar abad ke-8 ada kebiasaan bermain boneka di kalangan
anak perempuan bangsawan istana pada zaman Heian. Biasanya boneka yang
dimainkan lengkap dengan rumahnya yang berbentuk istana. Kemudian permainan
tersebut dikenal dengan hina asobi. Faktanya, hina asobi adalah sebuah
permainan belaka dan bukan merupaka suatu ritual. Meskipun begitu, sejak zaman
Edo yakni sekitar abad ke-19, hina asobi mulai dikaitkan dengan perayaan musim
semi. Seperti perayaan musim lainnya yang biasanya disebut matsuri, sehingga
hina asobi diubah menjadi Hinamatsuri dan perayaannya pun tidak hanya di
kalangan istana saja melainkan meluas di kalangan rakyat.
Orang Jepang di zaman
Edo terus mempertahankan cara memajang boneka seperti tradisi yang diwariskan
turun temurun sejak zaman Heian. Boneka dipercaya memiliki kekuatan untuk
menyerap roh-roh jahat ke dalam tubuh boneka, dan karena itu menyelamatkan sang
pemilik dari segala hal-hal yang berbahaya atau sial. Asal-usul konsep ini
adalah hinanagashi (“menghanyutkan boneka”). Boneka diletakkan di wadah
berbentuk sampan, Lalu dihanyutkan dalam perjalanan menyusuri sungai hingga
akhirnya sampai ke laut dengan membawa serta roh-roh jahat. Kalangan bangsawan
dan samurai pada zaman Edo menghargai boneka Hinamatsuri sebagai modal penting
untuk wanita yang ingin menikah sekaligus sebagai pembawa keberuntungan. Para
orang tua berlomba-lomba membelikan boneka yang terbaik dan termahal bagi
putrinya yang ingin menjadi pengantin Sebagai lambang status dan kemakmuran.
Boneka yang digunakan pada awal zaman Edo disebut tachibina
(boneka berdiri) karena boneka berada dalam posisi tegak, dan bukan duduk
seperti yang sering digunakan dalam perayaan saat ini. Asal-usul tachibina
adalah boneka berbentuk manusia (katashiro) yang dibuat ahli onmyodo
untuk menghalau nasib sial. Boneka dalam posisi duduk (suwaribina) mulai
dikenal sejak zaman Kan’ei. Pada waktu itu, satu set boneka hanya terdiri
sepasang boneka yang keduanya bisa dalam posisi duduk maupun berdiri. Seiring
dengan perkembangan zaman, boneka menjadi semakin rumit dan mewah. Pada zaman
Genroku, orang mengenal boneka genrokubina (boneka zaman Genroku) yang
dipakaikan kimono dua belas lapis (jūnihitoe).
Pada zaman Kyoho, orang
mengenal boneka ukuran besar yang disebut kyōhōbina (boneka zaman
Kyōhō). Perkembangan lainnya adalah pemakaian tirai lipat (byōbu)
berwarna emas sebagai latar belakang genrokubina dan kyōhōbina
sewaktu dipajang. Keshogunan Tokugawa pada zaman Kyōhō berusaha membatasi
kemewahan di kalangan rakyat. Boneka berukuran besar dan mewah ikut menjadi
sasaran pelarangan barang mewah oleh keshogunan. Sebagai usaha menghindari
peraturan keshogunan, rakyat membuat boneka berukuran mini yang disebut keshibina
(boneka ukuran biji poppy), dan hanya berukuran di bawah 10 cm. Namun keshibina
dibuat dengan sangat mendetil, dan kembali berakhir sebagai boneka mewah.
Sebelum zaman Edo berakhir, orang mengenal boneka yang disebut yūsokubina
(boneka pejabat resmi istana). Boneka dipakaikan kimono yang merupakan replika
seragam pejabat resmi istana. Prototipe boneka Hinamatsuri yang digunakan di
Jepang sekarang adalah kokinbina (translasi literal: boneka zaman dulu).
Perintis kokinbina adalah Hara Shūgetsu yang membuat boneka seakurat
mungkin berdasarkan riset literatur sejarah. Boneka yang dihasilkan sangat
realistik, termasuk penggunaan gelas untuk mata boneka. Mulai sekitar akhir
zaman Edo hingga awal zaman Meiji, boneka Hinamatsuri yang mulanya hanya
terdiri dari sepasang kaisar dan permaisuri berkembang menjadi satu set boneka
lengkap berikut boneka puteri istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot
rumah tangga dan dapur. Sejak itu pula, boneka dipajang di atas dankazari
(tangga untuk memajang), dan orang di seluruh Jepang mulai merayakan
hinamatsuri secara besar-besaran.
1. Shubun no hi (春分の日)
Shubun no hi atau hari ekuinoks musim semi di jepang
merupakan salah satu hari libur resmi yang biasanya jatuh pada tanggal 20 Maret
atau 21 Maret ketika terjadi ekuinoks vernal atau titik awal musim semi. Atau
bisa dikatakan shubun no hi merupakan peralihan dari musim salju ke musim semi.
Saat itu rentang waktu siang sama panjangnya dengan waktu malam. Hari libur ini
ditetapkan dengan undang-undang hari libur Jepang (Shukujitsu-hō) tahun
1948 untuk “berterima kasih kepada alam dan mencintai makhluk hidup.”
a) Tradisi
Dalam setahun, periode Higan terjadi dua kali yaitu pada
musim semi dan musim gugur. Waktu ini biasanya dimanfaatkan untuk membersihkan
makam dan mempersembahkan kue botamochi di altar keluarga. Shubun no hi
merupakan saat untuk memulai upacara Shunki Higan-e (higan musim
semi) bagi penganut agama Buddha di Jepang. Upacara tersebut berlangsung selama
seminggu yang bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur. Hingga tahun 1947, hari
libur ini disebut Shunki kōrei-sai (春季皇霊)
yaitu perayaan musim semi arwah leluhur keluarga kekaisaran.
b) Penentuan tanggal
Penentuan tanggal ekuinoks dilakukan oleh rapat kabinet yang
diadakan pada tanggal 1 Februari tahun sebelumnya. Penentuan tanggal tersebut
didasarkan pada tabel almanak (Rekishō Nempyō) yang merupakan pamphlet
terbitan badan observasi Astronomi Jepang. Hasil rapat diumumkan dalam lembaran
negara yang disebut kanpo. Menurut perhitungan astronomi yang berlaku sekarang
hingga tahun 2025, ekuinoks vernal selalu jatuh tanggal 21 maret, tapi jatuh
tanggal 20 Maret pada tahun kabisat dan tahun sesudah tahun kabisat.
2. Hanami (花見)
Secara harfiah hanami berasal dari kata “hana” yang berarti
bunga, dan “mi” yang berarti melihat. Jadi hanami berarti melihat bunga atau
dengan kata lain dapat dikatakan menikmati keindahan bunga sakura yang sedang
mekar pada musim semi.
Even ini yang sangat dinanti oleh orang-orang Jepang saat musim
semi tiba. Hanami biasanya dilakukan di taman terbuka secara berkelompok baik
bersama keluarga, teman dan sebagainya. Mereka duduk beralaskan tikar di bawah
pohon sakura. Biasanya mereka juga membawa “obento” untuk dimakan sambil
menikmati keindahan bunga sakura yang sedang bermekaran. Tidak hanya itu,
bahkan ada juga yang melakukannya sambil berkaraoke.
Mereka sangat menikmati saat-saat seperti ini. Saat mereka
dapat berkumpul bersama keluarga, teman atau pacar sambil menikmati keindahan
bunga sakura. Bahkan ada pula yang rela mengikuti Hanami dari satu kota ke kota
lain. Karena momen ini hanya berlangsung selama beberapa hari saja.
3. Kodomo no hi (こどもの日)
Kodomo no hi merupakan hari anak-anak yang disebut juga
tango no sekku (perayaan untuk anak laki-laki). Kodomo no hi ini merupakan
salah satu perayaan musim semi dan merupakan salah satu hari libur resmi
diJjepang yang ditetapkan tiap tanggal 5 mei dan merupakan serangkaian liburan
akhir bulan April dan awal bulan Mei. Hari libur tersebut dikenal dengan
istilah Golden Week (Minggu Emas). Pengertian istilah Golden Week yaitu jika
setelah hari libur berakhir berlanjut dengan libur akhir pekan sehingga jumlah
hari libur bertambah.
Sejak tahun 1948 sudah ada peringatan Hari Anak-anak yang
telah ditetapkan menjadi hari libur Jepang (Shukujitsu-hō) dengan tujuan
untuk menghormati kepribadian anak, merencanakan kebahagiaan anak, dan sebagai
ungkapan terima kasih kepada ibu. Jika pada perayaan Hinamastsuri masing-masing keluarga (yang
mempunyai anak perempuan) memajang boneka, lain halnya dengan perayaan kodomo
no hi. Pada perayaan kodomo no hi di setiap rumah menaikkan koinobori.
Koinobori adalah kain atau kertas dengan berbagai corak yang berisi gambar dan
digantungkan pada ujung tali atau bamboo yang membentang tinggi.
a) Asal-usul
Berdasarkan tradisi kuno Tiongkok yang berkaitan dengan
musim semi di Jepang perayaan kodomo no hi dikenal dengan sekku. Sejak zaman
dulu, tiap bulan ke-5 kalender Tionghoa biasanya diisi dengan kegiatan mengusir
ro-roh jahat. Kemudian pada tanggal 5 bulan 5 dikenal dengan Tango no sekku dan
merupakan hari untuk merayakan kesehatan dan pertumbuhan untuk anak laki-laki.
Pada awalnya kodomo no hi merupakan perayaan yang khusus
untuk anak laki-laki sehingga perayaannya pun identik dengan semua hal yang ada
hubungannya dengan anak laki-laki. Namun itu tak berlaku lagi untuk saat ini
karena masa kini perayaan kodomo no hi tidak hanya untuk anak laki-laki saja
melainkan untuk anak perempuan juga atau bisa dikatakan untuk semua anak-anak pada
umumnya.
b) Tradisi
Ada tradisi memajang replika yoroi (pakaian ksatria
zaman dulu) dan kabuto (helm samurai) selama perayaan kodomo no hi
berlangsung. Keluarga yang memiliki anak laki-laki juga memasang koinobori
(bendera berbentuk ikan mas). Pada bendera ikan mas yang paling besar
digambarkan anak laki-laki super kuat Kintaro yang sedang menunggang ikan emas.
Kabuto, Yoroi, dan tokoh Kintarō digunakan sebagai simbol harapan anak
laki-laki yang sehat dan kuat. Kue yang dimakan selama perayaan adalah kue chimaki
dan kashiwamoci.
Kesimpulan
a) Hinamatsuri merupakan festival boneka yang merupakan
perayaan yang ditujukan untuk anak perempuan, keluarga yang mempunyai anak
perempuan memajang satu set boneka.
b) Shubun no hi merupakan hari ekuinoks yang merupakan titik
awal musim semi. Pada saat ini rentang waktu siang sama panjangnya dengan waktu
malam.
c) Hanami merupakan kebiasaan menikmati keindahan bunga
sakura pada saat musim semi. Hanami biasanya dilakukan secara berkelompok dan
dilakukan di tempat terbuka di bawah pohon sakura
d) Kodomo no hi merupakan perayaan hari anak-anak yang
dilakukan dengan memasang koinobori.
Perayaan selama musim dingin
1. Saimatsu
Saimatsu merupakan salah satu perayaan yang dilakukan untuk
memperingati akhir tahun (festival tutup tahun). Saat ini biasanya dimanfaatkan
untuk berbelanja barang-barang murah. Karena pada saat saimatsu berlangsung
biasanya banyak toko-toko yang menjual barang-barang dalam jumlah yang besar
dan diskon secara besar-besaran. Atau dengan kata lain mengadakan obral khusus
akhir tahun.
Saimatsu juga merupakan masa berlangsungnya Bounenkai, yang
merupakan suatu kebiasaan orang-orang Jepang yang berpesta minum minuman
beralkohol sampai mabuk. Tujuan Bounenkai adalah untuk melupakan kesusahan yang
telah menimpa selama setahun yang telah lalu. Pada masa Bounenkai kereta
listrik terakhir dipenuhi oleh orang-orang mabuk.
Saat saimatsu berlangsung ada juga toshi no ichi (pasar)
yang diadakan di berbagai kota. Seperti di Tokyo misalnya, tepatnya di Asakusa
selalu diadakan hagoita ichi yang berlangsung tiap tanggal 14 desember sampai
dengan 18 desember. Hagoita merupakan salah satu permainan yang dimainkan
selama tahun baru. Permainan hagoita ini menyerupai permainan badminton. Harga
hagoita ini sangat mahal, namun banyak orang yang membelinya karena mereka
percaya bahwa permainan tersebut akan membawa nasib baik.
2. Ganjitsu (元日)
Ganjitsu merupakan awal dimulainya tahun baru yaitu pada
tanggal 1 januari (dini hari), sedangkan pada pagi harinya sering disebut
dengan istilah (元旦) yang artinya pagi pertama di awal tahun.
Di Jepang, tahun baru dirayakan pada tanggal 1 Januari dan
berlangsung hingga tanggal 3 Januari yang biasa sanganichi (三が日).
Masa ini juga sering disebut shōgatsu (正月,). Awalnya istilah shōgatsu
digunakan untuk menyebutkan bulan pertama dalam setahun, namun secara umum
sekarang istilah tersebut hanya digunakan untuk menyebut hari pertama hingga
hari ketiga di awal tahun. Perayaan ini berlaku secara umum (bersamaan) di
seluruh Jepang. Meskipun begitu ada juga daerah yang melangsungkan perayaannya
berbeda dengan waktu yang umum digunakan. Di daerah kanto misalnya, perayaannya
berlangsung sejak tanggal 1 Januari hingga 7 Januari dan lebih dikenal dengan
istilah matsu no uchi (松の内), sedangkan di daerah Kansai berlangsung hingga tanggal
15 Januari dan lebih dikenal dengan istilah koshogatsu (小正月).
Selain itu ada juga istilah hatsuka shōgatsu (二十日正月)
yang lebih dikenal dengan istilah honeshōgatsu (骨正月)
yang berarti tahun baru tulang. Pada masa ini ikan masakan tahun baru sudah
habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.
Kegiatan menyambut tahun baru sudah dimulai sejak dua atau
tiga minggu sebelum pergantian tahun. Di daerah Kanto, hari persiapan tahun
baru yang disebut o-koto hajime (お事始め) jatuh pada 8 Desember, sedangkan
di daerah Kansai dimulai pada 13 Desember. hari libur resmi di Jepang
ditetapkan sejak tanggal 1 Januari, tapi kantor pemerintah dan perusahaan
swasta tutup sejak tanggal 29 Desember hingga 3 Januari. Bank dan lembaga
perbankan tutup dari tanggal 31 desenber hingga 3 Januari, kecuali sebagian ATM
yang masih melayani transaksi. Sampai tahun 1970-an, sebagian besar toko dan
pedagang eceran di daerah Kanto tutup hingga tanggal 5 Januari atau 7 januari.
Perubahan gaya hidup dan persaingan dari toko yang buka 24 jam membuat
kebiasaan libur berlama-lama ditinggalkan. Mulai tahun 1990-an, hampir semua
mall dan pertokoan hanya tutup tanggal 1 Januari dan mulai buka keesokan
harinya tanggal 2 Januari, tapi biasanya dengan jam buka yang diperpendek. Hari
pertama penjualan barang (hatsu-uri) di pusat pertokoan dimeriahkan dengan
penjualan fukubukuro (kantong keberuntungan). Penjualan barang di semua mal dan
pertokoan sudah normal kembali sekitar tanggal 4 Januari.
Pada zaman dulu, tahun baru di Jepang dirayakan pada awal
musim semi bertepatan dengan Tahun baru Imlek, Tahun baru Korea dan Tahun baru
Vietnam. Hal ini dikarenakan kalender Jepang masih berdasarkan kalender
Tionghoa. Namun sejak tahun 1873, tahun baru mulai dirayakan pada tanggal 1 Januari
karena sejak saat itu pemerintah Jepang mulai menerapkan kalender Gregorian.
Pada tanggal 31 desember atau pada malam tahun baru biasanya
disebut ōmisoka (大晦日). Pada malam tahun baru ini ada tradisi memakan soba
yang disebut toshikoshi soba (年越しそば ). Stasiun
televisi di Jepang, NHK, mempunyai tradisi menayangkan acara Kohaku Uta Gassen,
berupa kompetisi lagu antar penyanyi terkenal yang dibagi menjadi kubu merah
dan kubu putih. Menjelang pukul 12 malam, genta yang terdapat di berbagai kuil
agama Buddha di Jepang dibunyikan. Tradisi memukul genta menjelang pergantian
tahun disebut joya no kane (除夜の鐘). Genta dibunyikan sebanyak 108
kali sebagai perlambang 108 jenis nafsu jahat manusia yang harus dihalau.
Setelah itu pada pagi harinya ada semacam tradisi berupa
kunjungan pertama kali ke kuil pada awal tahun baru. Pada saat ini di depan
kuil-kuil besar sangat ramai karena mereka menunggu dibukanya kuil. Doa yang
disampaikan biasanya berupa harapan agar sehat dan selamat sepanjang tahun.
Kebiasaan tersebut sering disebut hatsumode.
Masakan istimewa yang dimakan di tahun baru adalah Osechi
(sup zoni yang terbuat dari kuah dashi berisi mocha dan sayuran). Berbagai
macam lauk masakan osechi kotak kayu bersusun yang disebut jūbako (重箱). Beberapa swalayan besar sejak beberapa minggu sebelum
tahun baru juga sudah membuka pemesanan osechi. Lauk pada masakan osechi
biasanya sangat manis atau sangat asin, seperti: kuromame, tatsukuri (gomame),
konbumaki, kamaboko, kurikinton, kazunoko dan datemaki. Makanan tahun baru
diharapkan bisa tahan lama, karena tahun baru merupakan kesempatan libur
memasak bagi ibu rumah tangga di Jepang. Selain Osechi ada juga olahan dari
ikan. Ikan yang dimasak di tiap daerah berbeda, untuk daerah Jepang bagian
timur biasanya menggunakan ikan salem sedangkan di Jepang bagian barat
menggunakan ikan sunglir (buri). Beberapa daerah juga memiliki masakan khas
yang tidak bisa dinikmati di tempat lain. Seperti di daerah kansai misalnya,
ada masakan khas berupa ikan cod kering (bōdara) yang dimasak dengan gula pasir
dan shoyu.
Penutupan perayaan tahun baru ditandai dengan memakan bubur
nanakusa yang dimasak dengan 7 jenis sayuran dan rumput. Biasanya orang-orang
memakan bubur ini sejak tanggal 7 hingga 15 Januari. Tujuannya agar perut bisa
beristirahat setelah dipenuhi makanan tahun baru. Acara menumbuk mochi
(mochitsuki) merupakan salah satu tradisi menjelang tahun baru. Ketan yang
sudah ditanak dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk dengan alu. Satu orang
bertugas menumbuk, sedangkan seorang lagi bertugas membolak-balik beras ketan
dengan tangan yang sudah dibasahi air. Beras ketan ditumbuk hingga lengket dan
membentuk gumpalan besar mochi berwarna putih. Selain dimakan sebagai pengganti
nasi selama tahun baru, mochi juga dibuat hiasan tahun baru yang disebut kagami
mochi. Secara tradisional, kagami mochi dibuat dengan cara menyusun dua buah
mochi berukuran bundar, ditambah sebuah jeruk di atasnya sebagai hiasan.
Orang Jepang mempunyai tradisi saling mengirim kartu pos
nengajō (年賀状) yang akan tiba persis pada tanggal 1 Januari. Kartu
pos ucapan tahun baru dijamin sampai ke alamat yang dituju pada tanggal 1
Januari, asalkan dikirim tidak melewati jangka waktu penerimaan yang ditetapkan
kantor pos. Penerimaan kartu pos biasanya dimulai pertengahan Desember hingga
beberapa hari terakhir sebelum akhir tahun. Kantor pos membutuhkan pegawai
ekstra yang direkrut dari kalangan pelajar, agar semua kartu pos bisa tiba
tepat pada tanggal 1 Januari.
Sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota
keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim
kartu pos tahun baru. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa
musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos
ucapan tahun baru.
Setiap tahunnya, Kantor Pos Jepang memiliki tradisi mencetak
kartu pos dengan tema yang berbeda-beda. Kartu pos dihiasi dengan lukisan
tempat terkenal di Jepang dan gambar binatang shio untuk tahun yang baru. Kartu
pos tahun baru yang diterbitkan kantor pos juga memiliki nomor undian yang
diundi di awal tahun. Penerima kartu pos yang beruntung bisa memenangkan
berbagai hadiah berupa barang. Selain di kantor pos, kartu pos ucapan tahun
baru juga bisa dibeli di berbagai tempat. Kartu pos yang dijual di toko buku
memiliki pilihan gambar yang lebih banyak, tapi sering masih perlu ditempeli
perangko.
Kartu pos ucapan tahun baru bisa ditulisi sendiri dengan
berbagai pesan dan ucapan. Gambar binatang atau kalimat ucapan standar bisa
ditambahkan dengan menggunakan stempel karet beraneka warna yang dijual di toko
buku atau stempel yang disediakan di kantor pos. Kartu pos ucapan tahun baru
sering digunakan untuk memamerkan kemampuan menulis indah bagi pengirim yang
pandai menulis kaligrafi. Pemilik komputer pribadi bisa menggunakan perangkat
lunak khusus untuk mencetak kartu pos. Bagi orang yang memiliki banyak kenalan
dan relasi, kartu pos biasanya sudah ditulisi sejak awal bulan Desember.
Berbagai ucapan selamat tahun baru yang umum digunakan:
- Kotoshi
mo yoroshiku onegai shimasu (今年もよろしく お願いします)
- Akemashite
omedetō gozaimasu (あけましておめで とうございます)
- Kin-ga
shinnen (謹賀新年)
Orang Jepang mempunyai tradisi memberikan angpao yang
dikenal dengan sebutan otoshidama (お年玉). Sewaktu memberikan otoshidama
untuk anak-anak, sejumlah uang kertas yang masih baru atau uang logam
dimasukkan ke amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang
berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Otoshidama sangat ditunggu-tunggu
anak-anak di Jepang, terutama bila memiliki paman atau bibi yang murah hati.
Perayaan tahun baru juga dimeriahkan dengan menulis aksara
kanji pertama untuk tahun tersebut. Tradisi menulis aksara kanji yang dilakukan
tanggal 2 Januari disebut kakizome (kaligrafi pertama). Selain itu ada juga
berbagai permainan yang dimainkan selama tahun baru, seperti: permainan
fukuwarai (meletakkan gambar bagian-bagian wajah, seperti hidung, alis mata,
dan mulut pada tempat yang tepat dengan mata tertutup), hanetsuki (bulutangkis
tradisional), menaikkan layang-layang (takoage), gasing (koma), bermain dadu
(sugoroku), dan permainan memungut kartu yang disebut karuta.
3. Setsubun (節分)
Setsubun biasanya terjadi pada tanggal 3 Januari. Setsubun
merupakan nama perayaan yang digunakan di jepang untuk hari yang berlangsung
sebelum hari pertama pada setiap musimnya. Ada empat istilah yang digunakan
untuk menyebutkan istilah setsubun pada tiap musim, yaitu risshun, rikka,
risshuu, dan ritto. Namun sekarang istilah setsubun hanya digunakan untuk hari
sebelum musim semi saja (risshun).
Pada zaman dulu, perayaan setsubun adalah perayaan tahunan
yang diadakan di istana kaisar. Pada perayaan itu ada berbagai macam boneka
(biasanya berbentuk anak-anak dan sapi) dari tanah liat yang sudah diberi warna
dan dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana.
Tradisi mengusir Oni yang biasa dilakukan saat setsubun
berasal dari upacara Tsuina yang sudah dilakukan sejak zaman Heian. Di zaman
modern, berbagai tradisi kuno setsubun lenyap digantikan tradisi melempar
kacang dan menegakkan kepala ikan sarden yang ditusuk dengan ranting pohon
hiiragi di pintu masuk rumah pada saat senja di hari setsubun. Di beberapa
daerah di Jepang, orang menggantung kepala ikan sardin dan ranting pohon
hiiragi di atas pintu rumah. Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni yang
dipercaya lahir pada hari setsubun.
Kacang kedelai yang sudah digongseng matang
dilempar-lemparkan ke arah oni. Tradisi melempar kacang merupakan perlambang
keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Oni yang
terkena lemparan kacang konon bakal kabur karena kesakitan. Kacang
dilempar-lemparkan sambil mengucap mantera “Oni wa soto, fuku wa uchi” (Oni di
luar, keberuntungan ke dalam). Di beberapa daerah yang memiliki kuil yang
dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi “Oni wa uchi, fuku wa soto
(Oni ke dalam, keberuntungan ke luar),” atau kedua belah pihak diminta masuk ke
dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan aksara
kanji “Oni” (鬼) seperti “Onizuka” atau “Kitō,” mantera juga tidak
mengusir “Oni” ke luar. Kacang kedelai juga dimakan setelah dihitung jumlahnya
agar sama dengan usia orang yang memakan. Tradisi setsubun merupakan perpaduan
upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari tradisi Tiongkok
dengan upacara Mamemaki (melempar kacang) yang bertujuan serupa di kuil agama
Buddha dan Shinto. Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kacang
kedelai, tapi sering diganti dengan kacang tanah sesuai dengan selera orang
zaman sekarang.
Beberapa pekan menjelang hari setsubun, toko-toko atau
swalayan mulai menjual kacang keberuntungan (fukumame) di tempat khusus yang
gampang dilihat pembeli. Kacang dijual dengan hadiah topeng bergambar Oni untuk
dipakai sang ayah atau orang lain di rumah yang berperan sebagai oni, sekaligus
sasaran lemparan kacang anak-anak di rumah.
Di sekolah-sekolah dasar dilakukan upacara melempar kacang
yang dilakukan murid berusia 12 tahun, karena memiliki shio yang sama dengan shio
untuk tahun yang berjalan. Kuil agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan
taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang
oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar
mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal.
Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai
untuk ditangkap atau dipungut.
Di daerah Kansai terdapat tradisi makan sushi yang disebut
Ehōmaki (sejenis futomaki yang belum dipotong-potong). Sushi dimakan tanpa
berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayam dewa
keberuntungan untuk tahun tersebut. Sushi dipegang dengan kedua belah tangan
dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.
Pedagang di kota Osaka yang ingin bisnisnya lancar konon
memiliki tradisi makan sushi di hari setsubun. Kebiasaan ini konon sudah
dimulai di akhir zaman Edo atau awal zaman Meiji. Di awal zaman Showa, iklan
tradisi memakan sushi di hari setsubun (marukaburi zushi) mulai dipasang
pedagang sushi di Osaka agar orang mau membeli sushi.
Seusai Perang Dunia II, tradisi makan sushi di hari setsubun
sempat terhenti hingga tahun 1974. Pada tahun itu, pedagang nori di kota Osaka
mengadakan lomba cepat-cepatan makan norimaki. Di tahun 1977, asosiasi pedagang
nori Osaka kembali menghidupkan tradisi memakan sushi di hari setsubun dengan
mengadakan acara promosi penjualan nori.
4. Umematsuri
Umematsuri biasa dirayakan tiap Februari. Bulan Februari
merupakan saat yang paling dingin diantara bulan-bulan lainnya selama musim
dingin berlangsung. Pada saat ini juga, tepatnya pada pertengahan bulan
Februari bunga plum mulai bermekaran. Bunga plum merupakan satu-satunya bunga
yang mekar pada musim dingin sehingga banyak orang yang menyukainya. Bunga plum
hampir sama dengan bunga sakura namun ada yang membedakannya dengan bunga
sakura. Perbedaan itu terletak pada kelopak dan putik.
Kesimpulan:
1. Saimatsu merupakan perayaan akhir tahun. Saimatsu juga
merupakan masa orang-orang bisa minum minuman beralkohol sampai mabuk dengan
tujuan untuk melupakan semua kesusahan yang telah dialami selama setahun yang
sering disebut Bounenkai. Selain itu ada juga toshi no ichi (pasar) yang
diadakan di berbagai kota.
2. Ganjitsu merupakan hari pertama tahun baru. Pada saat ini
orang-orang menerima kartu tahun baru dari teman, kenalan dan pacar. Selainitu
ada juga tradisi mengunjungi kuil atau biara.
3. Setsubun merupakan masa beralihnya musim dari musim salju
ke musim semi yang terjadi pada tanggal 3 Februari. Pada malam harinya ada
tradisi melempar kacang yang dilakukan di kuil atau biara dan di rumah. Hal ini
dipercaya dapat mengundang hal yang baik dan untuk menghalau hal yang buruk.
4. Umematsuri merupakan akhir dari musim dingin dan merupakan
waktu yang paling dingin selama musim dingin. Umematsuri terjadi tiap bulan
Februari. Selama even ini berlangsung ada suatu kebiasaan untuk menikmati
keindahan bunga plum sambil merasakan suasana musim semi yang hampir menjelang.
Perayaan selama musim gugur
1. Nihyaku Tooka (二百十日)
Nihyaku tooka merupakan masa setelah risshun (awal
dimulainya musim semi). Nihyaku tooka yaitu hari ke-210 setelah risshun yang
jatuh pada tanggal 1 atau 2 September.
Nihyaku tooka juga sering disebut musim angin topan karena
pada saat ini ada banyak angin topan. Saat nihyaku tooka berlangsung
orang-orang menjadi khawatir terutama para petani karena banyaknya angin topan
mengancam pertumbuhan tanaman padi mereka.
Angin yang bertiup biasanya sangat keras dan besar sehingga
seringkali menyebabkan kerusakan ladang dan sawah. Kerusakan ladang dan sawah
tersebut tentunya berimbas pada hasil panen yang buruk. Selain itu topan ini
juga menyebabkan korban jiwa dan kerusakan lain seperti kerusakan tanggul
sehingga air meluap dan menggenangi desa dan kota.
2. Higan (彼岸)
Higan merupakan masa antara tiga hari dan tujuh hari pada
shunbun no hi saat musim gugur. Dalam ajaran Buddha perayaan higan ini biasanya
mengacu pada nirwana. Saat higan berlangsung biasanya ditetapkan sebagai hari
libur resmi di Jepang. Hari libur ini biasanya dimanfaatkan untuk mengunjungi
makam dan mendoakan nenek moyang atau leluhur.
Selama higan berlangsung kita bisa menikmati keindahan bunga
Higanbana yang mekar tiap musim gugur. Higanbana adalah bunga yang indah
biasanya berwarna putih atau merah darah namun tidak seperti bunga pada
umumnya. Karena umbi dari bunga ini sangat beracun. Bunga ini tumbuh liar di
pinggir jalan dan di dekat sawah.
3. Aki Matsuri (秋)
Dari bulan September-Oktober, setiap daerah di seluruh
Jepang melaksanakan perayaan musim gugur. Perayaan ini dilaksanakan di kuil
Shinto untuk berterimakasih pada dewa atas hasil panen pada musim gugur.
Orang-orang merayakannya dengan mempersembahkan padi dan hasil bumi lainnya
untuk kuil Shinto. Di halaman kuil tersebut, mereka pun menari sambil membawa
usungan. Tarian tersebut pun mereka persembahkan untuk para dewa. Sementara di
dalam rumah, orang-orang membuat berbagai masakan lezat dan merayakan festival
tersebut dengan makan bersama.
4. Shichi Go San
Shichi Go San merupakan salah satu festival yang
diperuntukkan bagi anak-anak yang berumur 7 tahun, 5 tahun dan 3 tahun, yaitu
umur 3 tahun dan 5 tahun untuk anak laki-laki dan umur 3 tahun dan 7 tahun
untuk anak perempuan. Tujuan dari diadakannya festival ini yaitu untuk
merayakan kesehatan dan berdoa untuk keselamatan anak-anak. Saat perayaan ini
anak-anak didandani dengan pakaian yang bagus kemudian dibawa ke kuil. Para
orang tua mendoakan agar anaknya menjadi kuat jika anaknya laki-laki dan
mendoakan agar anaknya menjadi cantik jika anaknya perempuan.
Festival ini biasanya diadakan tiap tanggal 15 November.
Namun akhir-akhir ini perayaannya bisa dilakukan kapan saja asalkan masih
berada pada bulan November. Karena pada perayaan bukan merupakan hari libur
resmi sehingga pelaksanaannya pun tidak mutlak pada hari itu saja. Jadi jika
orang tua tidak bekerja (libur) baru bisa mengantar anaknya untuk mengikuti
festival Shichi Go San.
Pada saat ini anak-anak berziarah ke kuil Shinto untuk berterimakasih
pada dewa karena sudah berumur 7, 5 dan 3 tahun. Umur 3 dan 5 tahun adalah
batas umur bayi dan balita, sementara umur 7 tahun adalah batas umur anak dan
remaja, yang dari sejak itu mereka harus dipersiapkan untuk menjadi orang
dewasa. Pada saat perayaan ini para orang tua juga membelikan permen seribu
tahun yang lebih dikenal dengan chitose ame. Dengan membelikan permen tersebut
diharapkan anak-anak akan selalu sehat dan panjang umur.
Sejak zaman kuno, anak-anak yang berusia tiga tahun (baik
laki-laki maupun perempuan) rambutnya dicukur dan harus menjalani upacara
kamioki. Selain itu ada juga upacara hakama-gi yang merupakan ritual mengenakan
hakama untuk pertama kalinya saat anak berusia lima tahun. Kemudian untuk anak
perempuan yang berusia tujuh tahun ada semacam upacara yaitu obitoki. Obitoki
merupakan ritual penggantian sabuk kimono kecil dengan obi yang lebih besar.
Awal mula penetapan tanggal diadakannya perayaan ini yaitu
adanya anggapan bahwa tanggal 15 merupakan hari baik di zaman kuno, karena pada
saat itu Shogun Tokugawa kelima, Tsunayoshi, melakukan upacara untuk anaknya
Tokumatsu. Di daerah Kansai ada ritual yang mirip dengan Shichi Go San dan juga
berhubungan dengan kematangan anak yang biasa disebut mairi juusan. Mairi
juusan adalah kunjungan dan ibadah yang dilakukan oleh anak yang berusia
tigabelas tahun ke sebuah kuil yang didedikasikan untuk Kokūzō
Bodhisattva. Perayaan ini juga dilakukan oleh masyarakat kecil di desa-desa.
Sejak zaman Taisho, perayaan ini telah menyebar ke seluruh Jepang dan dilakukan
secara besar-besaran dan elegan. Di Tokyo, orang Jepang yang mengunjungi Meiji
Jingu dan kuil-kuil terkenal lainnya.
Tradisi menjual permen seribu tahun atau chitose ame pertama
kali dilakukan di Kanda Shrine dan di Asakusa selanjutnya terus menyebar ke
tempat lain hingga akhirnya dilakukan di seluruh Jepang.
Kesimpulan:
1) Nihyaku tooka merupakan masa setelah risshun (awal
dimulainya musim semi). Ini terjadi setelah hari ke-210 dihitung dari awal
terjadinya musim semi yang jatuh pada tanggal 1 atau 2 September. Masa ini juga
sering disebut musim angin topan karena ada banyak angin topan pada masa ini.
2) Higan merupakan masa antara tiga hari dan tujuh hari pada
shunbun no hi saat musim gugur. Pada saat ini dimanfaatkan untuk berziarah ke
makam dengan membawa bunga, kemenyan dan barang kesukaan almarhum.
3) Akimatsuri merupakan festival yang diadakan untuk
berterima kasih kepada dewa atas panen yang telah diperoleh. Orang-orang
mempersembahkan padi kepada dewa atau mempersembahkan di depan kuil.
4) Shichi Go San merupakan festival yang diperuntukkan bagi
anak-anak yang berusia 7 tahun, 5 tahun dan 3 tahun (untuk anak laki-laki yang
berusia 3 tahun atau 5 tahun, sedangkan anak perempuan berusia 3 tahun dan
tujuh tahun). Tujuan dari perayaan ini yaitu agar anak-anak menjadi kuat dan
sehat bagi anak laki-laki dan menjadi cantik bagi anak perempuan
0 comments:
Posting Komentar