KEADAAN ZAMAN
Zaman
Taishō (大正) atau Periode Taishō (30 Juli 1912–25 Desember 1926) adalah salah satu nama zaman pemerintahan Kaisar Jepang
sewaktu Kaisar Taishō (Yoshihito)
memerintah Jepang, sesudah zaman Meiji dan sebelum zaman Shōwa. Zaman ini dimulai sejak kaisar Yoshihito berkuasa menggantikan
kaisar meiji yang wafat pada 30 juli 1912. Kaisar Yoshihito kemudian mengubah
namanya menjadi kaisar Taishō. Periode
ini dikenal dengan zaman Taisho (1912-1926). Pada zaman ini, dibawah
kepemimpinan kaisar Taisho, Jepang terus berkembang sebagai negara maju dan
modern. Kelanjutan modernisasi dari zaman Meiji pada saat itu semakin pesat dan
drastis. Peningkatan di setiap bidang telah menunjukkan keperkasaan Jepang di
Asia dan lebih dari pada itu, Jepang telah disejajarkan dengan negara-negara
Eropa seperti Inggris, Jerman, Belanda, Spanyol, Portugis dan negara maju
lainnya. Mason dan Caiger juga menyebutkan bahwa era Taisho telah menyumbangkan
lebih banyak perubahan, dan dapat dikatakan modernisasi ketika itu telah
mencapai kemajuan yang luar biasa. Pada era Taisho disadari bahwa modernisasi
telah memiliki caranya tersendiri “mencapai puncak” yang terkadang menakutkan
dan terkadang juga menegangkan. Bertolak belakang dengan cara penyerapan
kebudayaan dari china yang terkesan santai pada 1.300 tahun lalu oleh kalangan
kecil elit (keluarga kekaisaran) Yamato. Nilai kebudayaan dan ide politik barat
telah berkembang secara pesat dan menjadi hal yang familiar (biasa) bagi
sebagian besar masyarakat (Mason dan Caiger, 1997: 304).
A. Bidang politik
Pada tahun 1914 M di Eropa terjadi Perang Dunia I
(1914-1918). Dalam Perang Dunia I, Jepang tergabung dalam pasukan Sekutu, tapi
hanya memainkan peranan kecil dalam pertempuran melawan pasukan kolonial Jerman
di Asia Timur. Jepang bersekutu dengan Inggris dan mendeklarasikan perang
melawan Jerman pada tanggal 23 Agustus 1914. Jepang pun menduduki daerah
jajahan Jerman yang ada di Cina (di Shantung) seperti Shandong dan Jiaozhou.
Dan dengan direbutnya kepulauan Caroline dan Tsiangtao dari tangan Jerman.
Demi menghindari kecurigaan dunia, Jepang
menyatakan melalui perdana menterinya bahwa
ia tidak memiliki kehendak untuk merampas wilayah Cina, malah Jepang
ingin wilayah Cina seutuhnyayang telah direbut Jerman. Namun belakangan Jepang
berbuat melebihi hak-hak istimewa yang pernah didapat Jerman, hal itu juga
yang membuat Amerika sesekali mengimbau Jepang.Pada saat itu, Presiden Yuan Shi
Kai tidak memihak kepada Negara manapun dalam Perang Dunia I. Namun, beliau
hanya mengirimkan surat kepada Perdana Mentri Jepang tanggal 18 Januari 1915
agar Jasirah Shandong dikembalikan kepada Cina seutuhnya. Surat ini membuat
Jepang marah karena mereka menganggap bahwa Presiden Yuan tidak bersahabat.
Dalam hal ini Jepang mengajukan tuntutan kepada Cina yang meliputi 21
pasal, yang kemudian dikenal dengan sebutan Dua Puluh Satu Tuntutan atau The Twenty One Demands, pokok-pokoknya adalah
sebagai berikut:
- Jepang berhak menduduki Mancuria Selatan,
Jasirah Shandong, Mongolia Dalam, dan wilayah perpantaian di Cina
bagian Tenggara Cina;
- Jepang memperluas hak-hak khusus mengenai kereta
api di Manchuria dan Mongolia;
- Jepang diberi kekuasaan untuk mengawasi pabrik
besi dan baja terbesar di Cina, yaitu pabrik Han Yeh Ping;
- Jepang menempatkan penasihat di ibu kota Cina
(yang tidak lebih dari hak untuk turut campur dalam politik dalam negeri
Cina);
- Para penasihat Jepang di bidang politik, keuangan, militer, dan diberi hak untuk mengadakan
operasi bersama di bidang kepolisian di daerah-daerah strategis;
- Pembelian peluru dan mesiu Cina,
minimal 50% harus dari Jepang.
Adanya kerjasama dalam pembangunan pabrik senjata. Apabila tuntutan
ini tidak dipenuhi, maka Jepang akan menggunakan
kekerasan senjata, dan akan memberi bantuan kepada kaum revolusioner. Yuan Shi Kai
selaku presiden tidak mau mengabulkan permintaan ini, sehingga Jepang memberikan ultimatum pada tanggal 7 Mei 1915. Akhirnya Yuan mengabulkan permintaan Jepang,
tetapi hanya tiga bagian pertama saja yangditerima
dengan beberapa perubahan yang meringankan. Hal ini membuat rakyat Cina
kecewa,
Selain memperluas kontrol
atas kepemilikan Jerman, Manchuria, dan Mongolia, Jepang juga mencari kerja
sama untuk memiliki kompleks pertambangan dan metalurgi di Cina Tengah.
Akhirnya Jepang menarik tuntutan tersebut pada Mei 1915 setelah timbul
anti-Jepang di Cina dan kecaman dunia internasional.
Kekuatan Jepang di Asia tumbuh dengan runtuhnya
rezim Tsar di Rusia dan kekacauan Revolusi Bolshevik tahun 1917 M di Siberia.
Kesempatan tersebut digunakan Jepang untuk menduduki Siberia. Tapi untuk
melakukannya Jepang harus bernegosiasi dengan Cina agar bisa mendapatkan tempat
transit untuk pasukan Jepang. Akhirnya pada tanggal 2 November 1917, diadakan
perjanjian Ishii-Lansing yang menghasilkan kebijakan ”Pintu terbuka”, yang
isinya:
1
Amerika Syarikat
mengiktiraf kedudukan Jepang yang
mempunyai kepentingan yang istimewa di Cina.
2
Jepang dan Cina menggangap
ia satu pengiktirafan tentang kedudukan pada 1917.
Pada bulan Juli 1918, Jepang mengirimkan 75.000
tentaranya ke Siberia. Tahun
1919 M, sebagai negara yang menang
perang, Jepang menghadiri Konferensi perdamaian yang diselenggarakan di Paris.
Dan pada tahun 1920 M terbentuk Liga-Liga Bangsa dan Jepang menjadi anggota
tetap dewan keamanan. Dalam Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919, usulan
Jepang mengenai “persamaan ras” pada hadirin Liga Bangsa-Bangsa ditolak oleh
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Arogansi dan diskriminasi ras
menyebabkan ketegangan dalam hubungan Jepang-Barat sejak dibukanya negara tahun
1880-an, dan menjadi faktor utama dalam memperburuk hubungan selama PD II.
Tahun 1924, misalnya, Kongres AS mengeluarkan Perintah Pengusiran yang melarang
imigran dari Jepang datang lebih banyak lagi.
Setelah Perang Dunia I lahirlah
Demokrasi Taishō di Jepang. Tahun 1918 M Hara Takahashi menjadi Perdana
Menteri.
Pada tanggal 13 Desember
1921 ditandatangani Perjanjian Empat Kekuatan (Four Power Treaty)
Jepang, Amerika Serikat, Britania, dan Perancis sepakat untuk mengakui status
quo di Pasifik. Kemudian tanggal 6 Februari 1922 ditandatangani Perjanjian
Perlucutan Senjata Lima Kekuatan (Five Power Naval Disarmament Treaty).
Dalam perjanjian tersebut disepakati rasio jumlah kapal adalah 5:5:3:1,75:1,75
masing-masing untuk Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Perancis, dan Italia.
Upaya pembatasan
persenjataan, yang menjadi ramai khususnya antara negara-negara besar dewasa
ini, rupanya bukan barang baru. Sudah pernah dilakukan sekitar 60 tahun
berselang, meski belum menyangkut persenjataan nuklir seperti sekarang.
Perjanjian yang pertama di dunia itu melibatkan 'lima besar' di lautan: AS,
Inggris, Jepang, Prancis, dan Italia. Hari penandatanganan tercatat 6 Februari
1922. Isi perjanjian Perlucutan Senjata Lima Kekuatan (Five Power Naval
Disarmament Treaty): pembatasan persenjataan laut, terutama armada kapal perang
di masa ketika senjata nuklir masih angan-angan itu, kapal perang memang
dinilai paling ampuh dan membahayakan perdamaian. 'Tiga besar' AS, Inggris, dan
Jepang setuju segera mencoret sekitar separuh dari jumlah kapal perang mereka,
dan membekukan pembikinan kapal perang baru dalam masa sepuluh tahun. Adapun
yang disepakati kelima negara adalah pembatasan jumlah tonase kapal perang dan
kapal pengangkut pesawat terbang. Juga ukuran kapal tertentu, serta kaliber
maksimum meriam kapal. Keleluasaan mendirikan pangkalan angkatan laut di
kawasan Pasifik juga disepakati untuk dibatasi.
Tanggal 6 Februari 1922
ditandatangani Perjanjian Sembilan Kekuatan (Nine Power Treaty) Belgia,
Cina, Belanda, dan Portugal, bersama dengan lima kekuatan yang asli.
Persetujuan tersebut melahirkan kesepakatan untuk mencegah perang di Pasifik.
Mereka setuju untuk menghormati Cina merdeka. Jepang juga sepakat untuk menarik
pasukannya dari Shandong dan menarik pasukannya dari Siberia.
Akibat adanya perpecahan
di Diet dan koalisi yang tidak stabil, pada tahun 1927 M terbentuklah Rikken
Minseito (Partai Demokrat Konstitusi) yang merupakan gabungan Kenseikai
(Kumpulan Konsititusi Pemerintah) dan Seiyūhontō (True Seiyū). Setelah
itu, sampai 1932 M, Seiyūkai dan Rikken Minseito berganti dalam kekuasaan.
- Bidang
ekonomi
Sektor ekonomi pada awal Meiji, Jepang telah
memulainya dengan industri berat dan ringan. Industrialisasi di Jepang tidak
terlepas dari dorongan pemerintah terhadap sektor swasta untuk menggerakkannya,
baik industri berat maupun ringan dalam bentuk perusahaan. Industri modern
dimulai dengan membentuk kartel yang dikuasai oleh para Zaibatsu atau
Konglomerat, yang merupakan kekhususan dalam kehidupan ekonomi Jepang (Irsan,
2007: 26). Pemerintahan kekaisaran Jepang dalam membangun industri modern,
memulainya dengan membangun industri tekstil. Hal ini sangat jelas sekali bahwa
Jepang mengikuti pola Inggris dimana ketika revolusi industri, Inggris
memulainya dengan membangun industri tekstil terlebih dahulu. Peningkatan
hasil yang signifikan dari industri ini terlihat pada Era Taisho, Jepang
telah menjadi negara Eksportir. Berdasarkan data, yang menjadi dominasi penting
ekspor Jepang antara lain komoditi sutra kasar, kain tenun, dan benang. Hingga
tahun 1920 komoditi industri ringan menunjukkan peningkatan ekspor hingga 3,6
kali secara keseluruhan. Produksi benang meningkat 3,2 kali, kain tenun 6,2
kali, dan kain tenun sutra 8,6 kali. Pada awal periode Taisho industri ringan
mempekerjakan 85 persen dari pekerja-pekerja pabrik (Kunio, 1992: 9). Sementara
industri berat, seperti pembuatan besi, baja, kapal-kapal dan perlengkapan
militer menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan pada saat meletusnya
Perang Dunia I (1914-1919). Sebenarnya Industri berat ini telah dulu digerakkan
pada zaman Meiji, namun pada waktu itu pemerintah memprioritaskan industri ini
untuk stabilitas nasional. Pembuatan besi, baja, dan kapal-kapal pada mulanya
bermaksud untuk membangun infrastruktur di Jepang, salah satunya pembangunan
rel kereta api, sedangkan kapal-kapal dan perlengkapan militer hanya bertujuan
untuk memperkuat militer Jepang. Sehingga industri berat ini belum mendapat
perhatian yang serius untuk menjadikannya sebagai produk ekspor. Menurut Kunio,
industri berat ini ketika meletus Perang Dunia I, Jepang melibatkan diri
berpihak dengan sekutu dan memanfaatkan kelesuan industri-industri
negara-negara yang ikut berperang. Jepang mengambil posisi strategis dalam
menggerakkan sektor ekonominya dengan cara mengisi industri-industri negara
yang berperang yang sedang berhenti. Dengan tangkas Jepang mulai meningkatkan
produksi industri berat dan menjadikannya komoditas ekspor salah satunya adalah
Jepang pernah memasok batu bara. Tahun 1914-1919 merupakan perekonomian paling
makmur yang pernah dialami Jepang selama itu, Perang Dunia I telah mengurangi
kemampuan ekonomi barat dan mengakibatkan kekurangan barang-barang (Kunio,
1992: 10). Selama periode 1914-1918 Jepang mengalami surplus sebesar 1475 juta
Yen yang tercatat dalam neraca perdagangannya, dan pada tahun 1915-1920 surplus
sebesar 2207 Juta Yen. Karena surplus yang besar tersebut, penawaran uang
meningkat secara tajam dan harga-harga menjadi meningkat 2,7 kali dari tahun
1915 sampai tahun 1920. Keuntungan meningkat secara umum, perusahaan-perusahaan
mencatat keuntungan di atas 100 persen, maka terbentuk pula banyak
perusahaan-perusahaan baru dan sejumlah perusahaan besar memperluaskan
kapasitas produksinya. Sebagai akibat, jumlah modal industri meningkat dari 644
juta Yen menjadi 2829 Juta Yen antara tahun 1913 dan 1920.
Dalam demokrasi di bidang
ekonomi, dibuatlah UU anti monopoli sehingga aktivitas ekonomi bisa dilakukan
dengan bebas. Reformasi di bidang pertanian dilakukan dengan cara membagikan
tanah luas milik tuan tanah yang tidak berada di wilayahnya kepada rakyat.
Akibatnya feodalisme antara tuan tanah dan petani kecil menjadi hilang dan
pertanian berkembang pesat.
·
Undang-undang penyewaan
tanah dan rumah (1922)
Sebagai model pada undang-undang mediasi
selanjutnya, terbatas pada perkotaan dan bidang-bidang (perkara) tertentu.
Digunakan pada masa rekonstruksi kerusakan akibat gempa bumi besar Kanto tahun
1923.
·
Undang-undang penyewaan
lahan pertanian (1924). Undang-undang mediasi (chotei) perdagangan
(1926) – keputusan arbitrase dengan komisi mediasi (chotei).
- Bidang
pendidikan
Di bidang pendidikan
dibuat UU Pendidikan yang menyatakan bahwa: sistem pendidikan sekolah dijadikan
6 tahun (SD), 3 tahun (SMP), 3 tahun (SMA), dan 4 tahun (perguruan tinggi).
Wajib belajar diperpanjang menjadi 9 tahun.
Pada Tanggal 25 Desember 1926 kaisar Taishō meninggal. Dan digantikan oleh
Hirohito.
KEBUDAYAAN
Bidang seni juga menunjukkan perubahan
yang besar pada era Taisho antara lain lukisan, musik, drama dan sastra.
Lukisan Ukiyo-e di Jepang sangat dikenal berawal dan berkembang pada zaman Edo.
Pada era Taisho, perkembangan ukiyo-e telah
banyak dipengaruhi oleh budaya barat. Pada zaman Edo Ukiyo-e merupakan seni
lukisan yang telah melekat sebagai seni tradisional, namun akhirnya akibat
pengaruh dari barat telah meningkat, Ukiyo-e ini dianggap tidak sesuai dengan
kenyataan bahwa gaya lukisan Jepang yang terikat dengan tradisi terkesan statis
(tetap,diam), sementara gaya lukisan barat bersifat eksperimental dan original
(Mason dan Caiger, 1997:305). Seni lukisan sudah diperkenalkan dengan
menggunakan cat warna dan dibuat diatas kain sutra. Meskipun sebelumnya aliran
Kano masih terus mempertahankan Ukiyo-e yang terikat dengan tradisi, namun pada
akhirnya secara perlahan-lahan penyesuai dengan gaya teknik lukisan barat
dilakukan.
Perubahan yang dipengaruhi
oleh budaya barat juga terjadi pada musik. Musik di Jepang pada awalnya
merupakan bagian dari ritual keagamaan, namun kemudian musik menjadi sebuah
hiburan yang bisa dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Sementara alat
musik tradisional yang dikenal antara lain Koto, Shamisen, Sakuhachi dan Taiko.
Modernisasi di Jepang telah menjadikan perubahan yang jauh terhadap
perkembangan musik di Jepang. Pada era Meiji, banyak musisi Jepang belajar ke
negara barat salah satunya adalah Yamada kosaku (1886-1965) yang belajar
aransemen ke Berlin Jerman. Yamada pulang ke Jepang memperkenalkan orkestra dan
komposisi instrument. Bahkan Yamada membentuk grup orkestra Jepang dan
melakukan pertunjukan di dalam gedung pada tahun 1914. Musik orkestra dan
komposisi instrument terus berkembangan hingga ke seni vocal. Pertunjukan
pertama Yamada didalam gedung awalnya mengalami kecanggungan bagi masyarakat
karena sebelum modernisasi, musik hanya bisa didengar di dalam lingkungan
istana kerajaan yang terikat dengan aturan-aturan kebangsawanan. Setelah tahun
1914, musik yang selama ini hanya bisa didengar pada saat pertunjukan telah dapat
dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.
Perkembangan budaya barat terus memaksa para musisi Jepang untuk menciptakan sebuah terobosan. Pada era Taisho kompososisi instumen musik mulai diperkenal dan disebarluaskan melalui produksi rekaman. Dukungan yang besar dari pemerintah juga menjadi faktor penting dalam memperkenalkan musik modern di Jepang. Alat media radio telah memiliki pengaruh yang tidak terhitung, sebab dengan munculnya radio sebagai media memungkinkan seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati berbagai macam pertunjukan dunia. Dunia penyiaran muncul di Jepang hampir bersamaan dengan munculnya penyiaran di negara-negara berkembang di Eropa, dan badan resminya adalah (Nihon Hoso Kyokai), yang didirikan pada tahun 1926. Mereka memiliki kewenangan dalam hak penyiaran, seperti kebanyakan badan organisasi lainnya di dunia, NHK juga memiliki orkestranya sendiri yang tidak tersaingi di Jepan sendiri (Mason dan Caiger, 1997:309). Musik tradisional sudah mulai jarang terdengar pada saat itu, hal ini mengkhawatirkan sebagian besar masyarakat Jepang bahwa musik tradisional akan lenyap.
Perkembangan budaya barat terus memaksa para musisi Jepang untuk menciptakan sebuah terobosan. Pada era Taisho kompososisi instumen musik mulai diperkenal dan disebarluaskan melalui produksi rekaman. Dukungan yang besar dari pemerintah juga menjadi faktor penting dalam memperkenalkan musik modern di Jepang. Alat media radio telah memiliki pengaruh yang tidak terhitung, sebab dengan munculnya radio sebagai media memungkinkan seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati berbagai macam pertunjukan dunia. Dunia penyiaran muncul di Jepang hampir bersamaan dengan munculnya penyiaran di negara-negara berkembang di Eropa, dan badan resminya adalah (Nihon Hoso Kyokai), yang didirikan pada tahun 1926. Mereka memiliki kewenangan dalam hak penyiaran, seperti kebanyakan badan organisasi lainnya di dunia, NHK juga memiliki orkestranya sendiri yang tidak tersaingi di Jepan sendiri (Mason dan Caiger, 1997:309). Musik tradisional sudah mulai jarang terdengar pada saat itu, hal ini mengkhawatirkan sebagian besar masyarakat Jepang bahwa musik tradisional akan lenyap.
Era Taisho menjadi awal
sejarah industris film di Jepang, pada mulanya konsep dan ide-ide pemikiran
barat dalam pembuatan film ini mengambil cerita dan aktor teater kabuki dan
drama baru. Perbedaannya adalah film menggunakan teknik akting dan skrip atau
naskah. Teater bioskop pertama sebenarnya dibangun pada tahun 1903, dan pada
1918 para pembuat film Jepang berkiblat pada film-film asing sebagai inspirasi
mereka. Seperti teknik Close-up, long-shots, continius action, simple mobile
camera technique, artificial lighting (pencahayaan buatan), Shots on location
(syuting lokasi), sub judul, dan aktris untuk peran perempuan, yang membantu
film bebas dari standar nilai estetika masalalu.
Beberapa adegan dari film yang awalnya berasal dari kabuki dan pemain dari shimpa, atau film pendek yang dibuat oleh aktor shimpa dimana pria bermain sebagai peran wanita. Pada era Taisho film yang baru bisa dibuat adalah film “bisu”, dan dihidupkan oleh komentator yang disebut “benshi”, yang memiliki ketrampilan sebagai pendongeng professional.
Beberapa adegan dari film yang awalnya berasal dari kabuki dan pemain dari shimpa, atau film pendek yang dibuat oleh aktor shimpa dimana pria bermain sebagai peran wanita. Pada era Taisho film yang baru bisa dibuat adalah film “bisu”, dan dihidupkan oleh komentator yang disebut “benshi”, yang memiliki ketrampilan sebagai pendongeng professional.
Pada zaman Taishō lahirlah sastrawan bernama Akutagawa Ryūnosuke yang
menulis novel ”Rashomon”, ”Hana”, ”Jigokuhen”, dll. Dia
meninggal dengan cara bunuh diri. Ada juga Tanizaki Jun’ichirō dengan karyanya ”Shunkinshō”,
”Sasameyuki”. Shiga Naoya dengan karyanya ”Anyakoro”. Mushanokōji
Saneatsu dengan karyanya ”Sono Imōto”. Kobayashi Takiji dengan karyanya ”Kanikōsen”.
PENINGGALAN
Gempa bumi besar Kanto (関東大震災 Kantō daishinsai) adalah gempa bumi yang
melanda dataran Kanto di Pulau Honshu Jepang
pada tanggal 1 September 1923 pukul 11:58 pagi
hari.
Gempa bumi diperkirakan kemudian berkekuatan
antara 7,9 dan 8,4 dalam skala Richter dengan
episentrum di Teluk Sagami dan Pulau Izuōshima.
Gempa bumi menimbulkan
kerusakan massal pada wilayah Kanto: Tokyo, kota
pelabuhan Yokohama,
dan prefektur di sekitarnya: Prefektur
Chiba, Prefektur Kanagawa, dan Prefektur Shizuoka.
Menurut sumber yang bisa
dipercaya, gempa bumi memakan korban jiwa paling sedikit 105.385 orang, 37.000
orang hilang yang diperkirakan tewas. Kebakaran yang menyusul gempa bumi
merupakan sebab kematian yang terbesar.
Dengan
terjadinya gempa bumi di kanto, sehingga Jepang mengalami kerugian yang cukup
berat. Setelah gempa tersebut
dibangunlah bangunan-bangunan besar. Rel kereta api, saluran telepon, sarana
penyiaran radio, penerbit majalah dan koran juga dibangun. Mobil pun menjadi
sarana transportasi yang baru. Pendidikan dan kebudayaan meluas, lahir pula sarjana-sarjana
terkenal seperti Noguchi Hideyo.
Sumber: www.wikipedia.com
Sumber: www.wikipedia.com
2 comments:
Woooo OAO, kak, ini akan sangat membantu TA saya, kalau kakak mau berbagi sumber cetaknya (judul buku) x'D~
kalo berkenan, boleh saya minta tolong kakak untuk memberi tahu saya acuan buku apa yang bisa saya gunakan untuk permasalahan 'Masyarakat Jepang di jaman taisho' dan 'gempa kantou 1923' TwT???
saya sangat berharap kakak, bisa membantu saya :'D~
btw, saya Ita Mustikasari, dari sastra jepang unair angkatan 2010 :D
maaf mengganggu waktu kakak, semoga kakak berkenan membantu saya x'D~
Mbb, bru bls. maaf kakak kalau untuk sumber buku saya juga kurang tau. soalnya ini materi sebagian juga saya dapat dari sensei saya di kampus. itupun waktu semester 1. hee :)
Posting Komentar